Posts Tagged With: Nurul Fikri

Kawah Candradimuka, Ujar Mereka

oprec ppsdms 2014 low

Tepat 2 tahun yang lalu, 12 Juni 2012, di depan Musholla Baitul Hakim FH UGM aku bersujud syukur di lantainya. Di sebelahku ada Mbak Ima, pemandu ospek dan kakak angkatan, yang juga mendaftar Program Pembinaan SDM Strategis (PPSDMS). Ia menyelamatiku. Entah bagaimana perasaannya, sebagai pendaftar yang juga lolos tahap ke-3 Tes PPSDMS tetapi tidak masuk ke saringan terakhir. Yang kutangkap hanyalah senyum ringan yang tanpa beban.

Tepat 2 tahun yang lalu, adalah hari-hari di mana aku kerap kali melakukan Shalat Hajat untuk bisa masuk ke asrama berprogram luar biasa ini. Aku tahu betul bagaimana kapasitas diriku baik yang intrinsik, yang tak diketahui orang lain, maupun yang ekstrinsik yang tertera dalam CV-ku. Semuanya biasa-biasa saja dan tidak ada hebatnya. Saat itu aku pikir hanya kehendak Tuhan lah yang bisa membuatku terpilih sebagai peserta di Program Pembinaan SDM Strategis Nurul Fikri. Aku yang tak ada apa-apanya ini cukup berharap untuk bisa bergabung dengan PPSDMS karena merasa tempat ini bisa menjadi sarana melatih diri.

Kembali ke setting di depan Mushalla FH. Setelah momen ajaib tadi, kami berdua melanjutkan bersiap-siap untuk menyambut Mahasiswa Baru FH angkatan 2012 yang akan registrasi ulang di Direktorat Administrasi Akademik UGM. Beberapa SMS berdatangan ke ponselku, rata-rata mengucapkan selamat. Mungkin mereka adalah orang-orang yang juga punya concern terhadap siapa-siapa saja yang lolos seleksi PPSDMS ini.

***

1 Juli 2012, aku datang ke asrama PPSDMS di Jalan Kaliurang Km 8. Kabarnya akan ada penandatanganan kontrak perjanjian berasrama dengan PPSDMS. Aku kira acaranya akan dimulai agak molor, seperti umumnya acara. Ternyata, acara dimulai tepat jam 13. Aku yang terlambat sekitar 10 menit dari jadwal tersebut langsung duduk bersama sekitar 50 anak muda yang sudah di sana sejak sebelumnya. Belum dimulai pun aku sudah ditegur oleh sistem yang disiplin itu. Pasca penandatanganan tersebut, aku bersalaman dengan Pak Waziz Wildan sang Ketua Regional 3 PPSDMS.

“Bagaimana, sudah siap ya?” tanyanya pelan. Aku mengangguk.

Kehidupan berasrama pun dimulai.

***

“Keberadaanku di asrama PPSDMS harus membawa pengaruh baik untuk diriku sendiri dan teman-teman”, ujar batinku. Hari-hari awal berlalu. Cultural shock sempat kualami di asrama ini. Kebiasaanku untuk bangun tidur tidak selalu subuh hari tiba-tiba ditabrakkan dengan realitas bahwa santri PPSDMS harus bangun sebelum subuh. Begitu pula dengan jam pulang, yang tadinya semaunya, kini (pada hari-hari tertentu) dibatasi sampai jam 8 malam saja karena ada program asrama yang menunggu.

Begitu pula dengan ibadah harian. Aku cukup terkejut mendengar target atau standar ibadah yang harus dilakukan oleh santri PPSDMS. 1 juz Al Quran per hari terdengar fantastis buatku yang dulu mengaji hariannya hanya 1 halaman. Begitu pula dengan target puasa sunah dan sebagainya. Belum lagi target prestasi yang dibagi ke aspek: lomba, menulis, atau menjadi pemimpin dalam organisasi. Intinya, aku merasa ada target-target yang “that’s not me”.

Perasaan berat memang terkadang menghantui. Apalagi bagi orang sepertiku yang mempunyai mentalitas ‘lebih semangat apabila sedang dalam posisi unggul dan bukannya diungguli’. Teman-teman asramaku kawan, luar biasa konsistensi mengejar target ibadah dan prestasinya. Paling tidak, Award yang diberikan bulanan oleh asrama menjadi buktinya. Bergiliran kawan-kawanku mendapatkan gelar ‘Amal Yaumiah Terbaik’, ‘Kehadiran Terbaik’, atau ‘Peserta Terbaik Bulan X’, tetapi tidak dengan diriku. Bulan demi bulan berlalu dan aku masih saja menjadi mediocre. Aku tidak terlalu semangat.

Aku cukup puas dengan improvement dalam diriku, terutama dalam hal ibadah. Namun, kadar yang kumiliki sekarang belum cukup untuk bisa dibilang ‘peserta yang baik’ secara objektif. Masih banyak anak tangga yang harus ditempuh untuk mendekati kesempurnaan pencapaian target.

***

Sekilas Mengenai “Target”

Apabila disadari, beberapa kali kata “target” kusebutkan. Mungkin akan muncul pertanyaan;

“Apa iya, hidup di PPSDMS intinya adalah mengejar target-target tadi?”

“Seperti robot yang mengejar titik-titik panduan?”

“Seperti Bloodhound yang bisa disuruh-suruh untuk berlari ke tempat jatuh buruan tuannya?”

Bisa jadi ya, bisa juga tidak. Tergantung kepada bagaimana pribadi kita memaknainya.

 

Menembus Ketidakmungkinan

Satu kata yang terus terbayang ketika mengingat momen-momen Training Pengembangan Diri (TPD) bersama Bang Bachtiar Firdaus adalah “Buka gembok yang menghalangimu untuk bisa!” Kata-kata tersebut hampir pasti beliau sebutkan di setiap TPD. Dari hal-hal yang kusebutkan sebelumnya (ibadah, prestasi pribadi, dan prestasi sosial), ada yang belum bisa kujalankan sepenuhnya. Misalnya menulis di Media Massa cetak, menjuarai kompetisi, dan going abroad ke luar negeri.

Alasannya, mungkin diriku masih tergembok, oleh gembok yang kupasang sendiri dan tak kuketahui di mana kuncinya.

Lalu, apakah aku akan tetap dalam kondisi terkunci? Ada satu lagi prinsip yang Bang Bach ajarkan;

Kalau kamu bersungguh-sungguh, pasti terbuka jalan menuju tujuan!

Konsep kesungguhan yang Bang Bach ajarkan kepada kita bukanlah yang sekadar berasal dari dalam hati lalu diejawantahkan sejadi-jadinya. Ia mengajarkan pula, ada strategi yang harus diketahui, lalu ditempuh.

Misalnya untuk menulis di Media Massa cetak, pertama-tama kita harus membaca dan memahami apa yang hendak kita tulis, lalu ditulis. Setelah itu, ajak teman dan rekan untuk berdiskusi mengenai hasil tulisan tersebut. Setelah dengan teman, teruskan diskusinya. Namun, kali ini, bersama ahli di bidang yang kau sedang tulis. Setelah lolos, konsultasikan Bahasa penulisannya kepada jurnalis. Tulisan tersebut akan memiliki probabilitas yang tinggi untuk diterima. PPSDMS memiliki jaringan yang luar biasa luas dan strategis. Tinggal si santri mau memanfaatkan atau tidak.

Begitu pula untuk going abroad. Mahasiswa berdana pas-pasan sudah tentu harus mencari donasi dan sponsor agar keberangkatannya ke luar negeri bisa terlaksana. Strategi untuk bisa mendapatkan dukungan dana adalah dengan membangun jaringan dengan tokoh-tokoh yang memiliki minat dan kepedulian mengenai tema seminar atau konferensi yang hendak kita ikuti, sejak jauh hari. Jangan sampai baru beberapa bulan menjelang keberangkatan, kita baru repot mencari-cari dan mendekati siapa saja yang bisa “dimintai duit”. Selain kurang etis, kemungkinan berhasilnya pun dipertanyakan.

Sedikit cerita mengenai perjalananku ke negeri orang. Bulan Agustus 2013 makalah yang kukirim ke Panitia Democratic and Economic Youth Summit 2013 di Turki dinyatakan diterima dan aku diundang oleh mereka sebagai invited participant yang akan dijamu dan diberi akomodasi selama di Turki. Namun, untuk tiket perjalanannya, aku harus mencari pendanaan sendiri. Singkat cerita, apapun dan bagaimanapun cara halal yang tersedia aku (dan teman-teman) lakukan. Akhirnya kami bisa berangkat juga.

Kalau tanpa strategi pun sebuah cita-cita bisa terlaksana, apa lagi bila didahului perencanaan yang matang.

***

Candradimuka

Dalam tulisan (yang kusadari betul, kurang sistematis) ini, aku mencoba menghubungkan antara konsep Kawah Candradimuka dengan kehidupan di PPSDMS. Kawah Candradimuka, dalam kisah perwayangan, digambarkan sebagai tempat di Kahyangan yang juga merupakan tempat dibuangnya (mungkin lebih halus bila disebut ‘ditempatkannya’) anak dari Bima yang bernama Tutuka. Di dalamnya, Tutuka digembleng dan dilatih dengan sangat keras. Alhasil, suatu hari ia keluar dari dalamnya dan menjadi seorang sakti yang kita kenal dengan nama Gatotkaca, ksatria berotot kawat tulang besi.

Begitu pula dengan kisah Wisanggeni, anak dari Arjuna. Suatu ketika Wisanggeni kecil dilempar ke Kawah Candradimuka dengan tujuan agar ia terbunuh. Alih-alih mati, Winggaseni malah keluar dari dalam kawah tersebut sebagai ksatria maha sakti.

Dalam pikiranku, PPSDMS bisa dianalogikan sebagai Kawah Candradimuka ini. Sejumlah orang terpilih yang “dicemplungkan” ke dalamnya lalu digodok dalam tempo tertentu kelak akan keluar sebagai seseorang yang bermental (dan mungkin berkemampuan) ksatria. Anggaplah segala kewenangan dan kewajiban yang ada nantinya sebagai tempaan bagi diri kita. Ingatlah kawan, pedang yang tidak ditempa, seseram apapun tampilannya tetap saja tidak kokoh. Tempaan yang berbentuk pukulan bertubi-tubi ke badan sang pedang itulah yang menguatkannya.

Target ibadah yang bagi sebagian orang terasa berat, ternyata merupakan standar dasar ibadah yang dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah, yang tentunya harus kita dekati standar tersebut. Begitu pula dengan tuntutan untuk berprestasi yang ternyata amat berguna sebagai branding dari kemampuan umat Islam dan rakyat Indonesia. Citra baik tersebut bisa menjadi sebuah nilai dakwah.Perjalanan ke luar negeri akan membuka optimisme kita, bahwa Indonesia pun sangat mungkin untuk sejahtera. Banyak lagi hikmah-hikmah yang bisa kita gali dari setiap target yang ditetapkan PPSDMS, walaupun bukan berarti target-target tadi kebenarannya absolut, tanpa cela, dan tidak bisa dikritik. Keep up your criticism!

Hal lain yang juga bisa menjadi sarana pendewasaan adalah proses menangani konflik (yang sangat mungkin muncul) dalam kehidupan berasrama. Konflik dapat berupa vertikal, yang berhubungan dengan target yang ditetapkan oleh PPSDMS Pusat tadi, ataupun horizontal. Konflik vertikal biasanya dirasakan bukan hanya oleh diri kita sendiri. Sehingga kesadaran (atau keresahan) biasanya akan dirasakan secara kolektif.

Beda halnya dengan konflik horizontal. Konflik jenis ini bisa terjadi akibat hal-hal yang sangat mikro, seperti tidak izin dalam menggunakan barang milik teman lain (ghosob) atau hal-hal kecil lainnya. Penyebabnya sering kali tidak disadari atau dirasakan. Oleh karena itu, kita harus peka (atau memekakan diri) dalam menghadapi hal ini.

Khatimah

Untuk menutup tulisan tak sistematis ini, aku ingin merangkumnya ke dalam sebuah pernyataan; “Jaga ekspektasimu pada tingkatan yang moderat. Tidak terlalu tinggi, juga tidak rendah. How PPSDMS works is shaped by you, all of you!

Apabila diandaikan dengan sebutir intan, seberapa berkilau kualitas diri kita ditentukan oleh seberapa sering kita “menggosoknya”. PPSDMS adalah gerindanya. Apabila ia dimanfaatkan dengan baik, maka ia bisa mengilapkan kualitas diri dan lingkungan kita. Namun, apabila kita hanya berharap mendapatkan sesuatu dari sini maka bersiaplah untuk tidak menemui beberapa harapan tersebut.

Semoga kita dikuatkan dalam menjalani penempaan yang biasa disebut orang ‘a la Kawah Candradimuka‘ ini.

Selamat berproses, selamat mendewasa!

psdmss

Categories: kehidupan bermahasiswa | Tags: , , | 2 Comments

Ini cerita NF-ku. Bagaimana ceritamu?

Mari maju bersama Allah menuju Masa Depan Cemerlang

“Hmm… Slogan yang menarik”, pikirku waktu itu; semester 2-ku di kelas XI SMAN 34 Jakarta. Berbekal ketidaktahuan dan kecintaanku kepada iklan (nah, ini sesuatu banget. Aku jauh lebih suka menikmati iklan dalam bentuk brosur, flyer, TVC dsb. dibandingkan membaca review, sekalipun yang paling objektif dan akurat. Huahahahaha), aku menguatkan hati untuk mengikuti bimbel Nurul Fikri ketika awal kelas XII nanti. Bismillah.

Kita melompat ke topik lain dulu ya…
*wouush*

Sebagai informasi, sejarah kelam persekolahanku (?) di bidang eksakta entah mengapa selalu berulang. Hal ini dimulai pada kelas 4 SD, dimana aku mulai menyadari ada yang salah dengan logika matematika-ku. Aku dapat nilai 50 di EHB semester 1. Aku menjawab 10 soal dengan tepat. Sayangnya soalnya ada 20. Azzzzt~

Di kelas 5, kami sekelas diwajibkan untuk mengikuti les matematika bersama Bu Yayah (wali kelas 5B waktu itu). Ada sebuah challenge yang beliau ajukan; siapa yang dapat meyelesaikan 5 soal darinya, boleh pulang. Dan apa yang terjadi sodara-sodara, aku hampir selalu pulang terakhir. -,- Hal ini terus berlangsung selama hampir 1 tahun. Namun, di akhir masa kelas 5 aku menyadari bahwa aku memang kurang bisa mengatasi persoalan eksak, maka aku harus berusaha lebih dari yang lain.

Waktu-demi-waktu pun berlalu, dan aku mampu menjadi yang tercepat keluar dari kelas les-nya Bu Yayah. Hore… tepuk tangan!

Kali ini kita bicara proses pembelajaranku di kelas 7 MTsN 3. Di sinilah aku mulai mengenal pelajaran yang namanya Biologi. Tau ‘kan, pelajaran biologi awal SMP adalah menghafalkan -logi -logi itu.
bla bla logi adalah ilmu yang mempelajari tentang bla bla… planologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perencanaan tata ruang kota (mana ada planologi di kelas 7).

Lagi-lagi, hasilnya adalah kekacauan nilai biologi. Ditambah lagi dengan fisika. Bagaimana agar lampu A dapat menyala? Tunjukkan aliran arus listriknya *dalam hati, ya ampun pak, mending ajarin kita agar mengeringkan tangan sebelum memencet saklar. Biar ngga kesetrum*. Intinya, tahun-tahun awal bersekolahku seringkali tidak dapat disebut “terpuji”. Namun, aku bisa menjadi ranking 1 di akhir kelas 9, dan nilai UN-ku terbaik kedua se-sekolah (how could? well, HE is ALWAYS there to give the best for your effort). Alhamdulillah.

Ketika aku dapat memasuki SMA 34 dengan (alhamdulillah) jujur dan bersih, aku merasa sangat berbahagia bisa menjadi bagian dari sekolah yang katanya bagus ini (padahal milih nih sekolah gara2 waktu disurvei masjidnya terasa adem dan ada air mancurnya, serius ‘cuma’ itu alasannya). *oh baitul ilmi :’-)*

Bisa ditebak kan, aku mau ngomong apa… Yah, ketika masuk SMA, nilai-nilai akademis-ku kembali kacau. Aku mengalami cultural shock yang sangat besar. Di sini kita dituntut untuk mengerjakan banyak (eh, salah. Buuaanyaak) tugas dalam waktu yang sempit. Serius, lebih banyak dari pada semseter satu di FH UGM. Ehm… ranking 35 dan nilai kimia semester 1 sebesar 39 pastinya akan cukup menjelaskan kondisi saat itu. Dari seluruh ulangan harian selama setahun belajar kimia di 34, aku berhasil tidak remedial SATU KALI, yaitu di bab Elektrolit. Sisanya yang sekian belas bab plus UTS-UAS; selalu remedial. Nilai-ku tidak pernah menyentuh batas minimal 75.

Namun, di akhir masa sekolahku di 34, aku bisa lulus UN dengan jujur. Alhamdulillah.

kok aku selalu diizinkan untuk mengejar ketertinggalan di akhir waktu ya? wallahu a’lam.

kembali ke per-NF-an lagi
*wouush*

Pada awal tahun 2010, sedang hot-hotnya berita tentang kemana studi tur 34 akan dilangsungkan. Yang pada akhirnya diputuskan ke Jogja (dilaksanakan di Juni 2010). Mayoritas teman-teman sangat antusias untuk mengikuti acara ini. Bagaimana denganku? Apakah pengen untuk ikut? Tentu saja, PENGEN BANGET.

Mamah pun menyarankanku untuk ikut. Tapi, entah dapet bisikan dari mana, aku memutuskan untuk bilang ke mamah, “ga usah ikut deh mah. Lumayan kan 700rb bisa untuk nambahin bayar NF” *ya ampuun, gak kebayang seorang gue bisa ngomong gitu*

Tahukah kalian rasanya menyaksikan bus pariwisata, yang berisi teman-teman yang menuju jogja, mulai meninggalkan jalan di depan sekolah? #curhat

342011

Ya Allah, tingkat kepengenan gue sangat membara waktu liat foto ini

Apa lagi pas mereka pulang membawa foto-foto selama di sana. Ada sesi foto di depan Grha Sabha Pramana juga lagi. Wow, ngiri sangat! Tapi, genderang telah ditabuh. Mengapa harus menyesal dan mundur? *tsahh* mari maju ke medan juang. Di awal kelas 12, mulailah aku mengikuti NF. Tentu saja sangat ngga asik awalnya. Biasanya pulang sampai rumah jam 5-an. Pas udah mulai NF, setiap Senin dan Rabu harus rela sampai rumah jam 8.30 malam.

Begiituu terus berulang-ulang, sampai akhirnya timbul rasa males. Rekor terburukku adalah tidak datang tiga pertemuan berturut-turut. Cuma hasilnya adalah ketertinggalan yang cukup jauh (maklum, PPLS memang gayanya demikian). Singkat kata, try-out demi try-out dijalani. Dan akhirnya bisa mendapat nilai yang bisa dibilang “aman untuk masuk FH UGM”. Oh iya, dalam perjalanan ber-NF, tidak semua dari kita bisa istiqomah loh. Ada juga yang merasa terganggu kenyamanan hidupnya, dan sering bolos pada pelajaran-pelajaran tertentu.

Ada pelajaran BIP, aku lupa singkatan dari apa, yaitu pelajaran akhlak islami, konseling, dan merupakan waktu yang disediakan oleh NF untuk bertanya-tanya tentang bagaimana menghadapi SNMPTN dan menghadapi kuliah nanti. Pelajaran ini merupakan pelajaran favorit kebanyakan dari kita, untuk cabut pulang. Huehehehe. Sampai-sampai sang gurunya terlihat sedih. Karena di jam sebelumnya kelasnya penuh, tapi pas pelajaran dia tiba-tiba berkurang sebesar 67%.

Nah, di sinilah terjadi hal yang luar biasa. Aku entah mengapa bisa membaca kesedihan di mata pengajarnya, lalu berdo’a; ya Allah, luluskanlah kami, yang memilih untuk bertahan ini, di Perguruan Tinggi yang kami inginkan dan engkau kehendaki. And the result is: 100% dari yang memilih untuk mengikuti pelajaran di hari itu, dapet PTN yang diinginkan dan (insya Allah) tepat bagi mereka.

Seratus persen.

Aku sebutin yang kuinget aja ya… Manajemen UIN, Sastra Jepang UI, Komunikasi UI, MIPA UGM, FH UGM, dan masih ada lagi yang belum tersebutkan.

To get something special, you have to do something special.

Aku sangat meyakini kalimat diatas. Oh iya, mungkin kakak pengajarnya juga mendoakan kita-kita yang waktu itu memilih untuk bertahan di kelas BIP.

nilai nasionalku

Ini nilai prakiraan nasionalku. Nilai minimal masuk FH UGM adalah 675. Jadi kira-kira bisa lah masuk 😀

Mendekati pelaksanaan ujian SNMPTN, kami mulai “sadar diri”. Kami harus benar-benar berkorban agar bisa mendapatkan yang kami cita-citakan. Hehehe… kami tiba-tiba jadi rajin mengerjakan soal-soal Problem Set. Tiba-tiba jadi sering konsultasi sama kakak-kakaknya (trims Kak Sri, Kak Rahmat, Pak Max, dan Ibu, Bapak, Kakak lainnya yang belum disebutkan). Namun, tetep aja yang namanya Matematika, lagi-lagi tidak bersahabat sama diriku. Kalau pelajaran sosiologi, bisa nyesel abis kalau nggak bisa mengisi dengan benar 10 dari 15 nomor soal. Tapi kalau matematika bisa ngisi 2 nomooor aja, akan terasa bagaikan ada Ray of Light muncul dari awan… SFX: Whoang-whoang-whoang~

Kalau matematika bisa ngisi 4 nomor, berarti kepribadianku yang lain yang ngerjain. :p *ya, beneran separah itu keadaannya*

chart kemdas

Lihat betapa wow-nya nilai matematika dasarku. Nilai maks: 60 per-mata ujian.

But, thanks to Ali Arab, Fady, Dapit, dan Galih yang mau mengajariku matematika (pasti kalian kesulitan melakukannya :p). Dengan segenap usaha, akhirnya bisa juga pas SNMPTN ngerjain 5 NOMOR dengan benar. Ya ampun, harusnya gue masuk MURI tuh. Alhamdulillah..

***

30 Juni merupakan tanggal paling dagdigdug bagi kita-kita para peserta SNMPTN. Semua kemungkinan bisa terjadi pada tanggal ini. Oh iya, aku sudah mempersiapkan diri jika tidak lulus, mau memulai bisnis peternakan bebek. Ini serius. Lebih detilnya tentang kondisi tanggal 30 ini bisa dibaca di blognya Mamah. http://endohsite.blogspot.com/2011/11/jogja-i-am-coming.html

Alhamdulillah. Kehidupanku memang misterius dan tidak pernah bisa lepas dari kata Alhamdulillah. Aku ditakdirkan untuk melanjutkan belajarku di UGM. Saat itulah kurasakan apa yang namanya “nyengir 1 jam”. Nearly 1 jam, aku tidak bisa mengekspresikan apapun kecuali nyengir. 😀

Walau tidak bisa berada di depan GSP bersama teman-teman 34, at least sekarang aku bisa kapanpun datang ke GSP 😀

Alhamdulillah, alhamdulillah, all praise is to Allah, all praise is to Allah.

Terima kasih untuk Bimbel Nurul Fikri yang telah menjadi salah satu sebab yang mengantarkanku menuju batu loncatan selanjutnya untuk menggapai impian-impianku. Insya Allah. 🙂

me on ugm

Alhamdulillah. Bisa berada di jogja secara "sejati" 😀

Categories: impian | Tags: , , , , , , | 3 Comments

Blog at WordPress.com.